Tuesday, May 8, 2012

Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit atau yang nama lainnya malanococca atau Elaeis oleivera diduga berasal dari Amerika Selatan dan species Elaeis guineensis berasal dari Afrika (Guenia).
Jadi Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, dan didatangkan pertama kali oleh Belanda dari Afrika. Tanaman ini dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1848 dengan nama latin : Elaeis guineensis Jack ; dan pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor. Pada perkembangan selanjutnya, dilakukan percobaan-percobaan di berbagai tempat di pulau Jawa dan Sumatera. Dipropinsi Sumatera Selatan misalnya : ditanam di Muara Enim pada tahun 1869, di Musi Ulu pada tahun 1878, di Belitung tahun 1890, dan lain-lain. Kesemuanya dilaporkan tumbuh dengan baik, namun belum ada yang mengusahakannya sebagai perkebunan secara komersil.
Selanjutnya, pada tahun 1911, Adrien Hallet seorang berkebangsaan Belgia adalah orang pertama yang memasukkan tanaman ini ke Indonesia dan diusahakan dalam bentuk perkebunan dengan mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan (Sumatera Timur) dan di Sungai Liput (Aceh Timur). Perkebunan ini sekarang bernama PT. Socfindo. Kemudian baru diikuti oleh maskapai-maskapai lainnya pada waktu itu.
Usaha perkebunan ini kemudian berkembang ke pulau Jawa dan akhirnya mencapai seluruh Indonesia. Dua tahun kemudian yakni tahun 1913 pabrik CPO dan PKO yang pertama didirikan dan berproduksi tahun 1916 yakni pada saat panen Tandan Buah Segar yang pertama.Secara kronologis Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat dibagi dalam masa-masa :
I.  Masa Sebelum PD I ( 1914 – 1942 )
II. Masa Jepang ( 1942 – 1945 )
III. Masa Rehabilitasi ( 1945 – 1957 )
IV. Masa Nasionalisasi ( 1957 – 1968 )
V. Masa Pelita ( 1969 – Sekarang )

I. Masa Sebelum PD I ( 1914 – 1942 )
         Pertama sekali kelapa sawit dibudidayakan dalam bentuk perkebunan di Indonesia tahun 1911 persisnya di Tanah Itam Ulu oleh maskapai Oloepalmen Cultuur dan di Pulau Raja oleh maskapai Huilleries de Sumatra-RCMA (Inggris), kemudian dilanjutkan oleh Seumadan Cultuur Mij di Seumadan, Sungai Liput Cultuur Mij di Sungai Liput, Palmbomen Cultuur Mij di Mapoli dan Tanjung Genteng, Medang Ara Cultuur Mij di Medang Ara, Huilleries de Deli di Deli Muda. Setelah itu perkebunan kelapa sawit kemudian berkembang ke pulau Jawa dan akhirnya mencapai seluruh Indonesia.
            Tahun 1913 pabrik CPO dan PKO yang pertama didirikan dan berproduksi pada tahun 1916 yakni pada saat panen tandan buah segar (TBS) yang pertama. Sampai tahun 1915, perkebunan yang dibuka baru mencapai 2715 ha yang ditanam bersama-sama dengan tanaman kopi, kelapa, karet dan tembakau.
Tahun 1916 jumlah perkebunan kelapa sawit mencapai 19 perusahaan yang di tanam secara monocroping, terdiri dari 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 perusahaan di Jawa.
Pada tahun 1920 perkebunan kelapa sawit semakin meluas lagi, dimana di Sumatera Timur telah terdapat 25 perusahaan, 8 di Aceh dan 1 di Sumatera Selatan yakni di Taba Pingin dekat Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939, jumlah perusahaan perkebunan di Indonesia sudah mencapai 66 perusahaan dengan luas areal sekitar 105.100 ha. Sebagian besar perkebunan ini diusahakan oleh kebun (Handels Vereniging Amsterdam), RCMA (Rubber Cultuur Maatschappij Planters Association), Socfindo (Societe Financie Indonesia), Asahan Cultuur Mij, LCB Mayang, Deli Mij dan Sungai Liput Cultuur Mij.

II. Masa Jepang ( 1942 – 1945 )
Masa Jepang merupakan masa suram dalam dunia perkelapasawitan di Indonesia, dimana pada masa ini ekspor CPO dan PKO terhenti secara total. Banyak kebun kelapa sawit kemudian diganti dengan tanaman pangan dan pabrik-pabrik tidak dapat beroperasi. Hampir semua Pabrik disita oleh Jepang.

III.  Masa Rehabilitasi ( 1945 – 1957 )
Setelah Indonesia memerdekakan diri pada tahun 1945, sebagian besar dari perkebunan dan pabrik belum memiliki status kepemilikan yang jelas dan baru pada tahun 1947 dikembalikan kepada pemiliknya. Pemiliknya kemudian melakukan rehabilitasi, namun setelah diinventarisasi hanya 47 unit pabrik saja yang dapat diperbaiki dari 66 unit sebelumnya. Beberapa kebun hancur total seperti di Taba Pingin dan Oud Wassenar di Sumatera Selatan, Ophir di Sumatera Barat, Karang Inou di Aceh dan beberapa kebun di Riau.
Kekurangan dana dan gangguan stabilitas keamanan dan politik menyebabkan upaya rehabilitasi perkebunan oleh para pemiliknya tidak banyak membawa hasil.  Hal ini terbukti dari luas areal yang tidak bertambah. Pada tahun 1957, luas total perkebunan Indonesia adalah 103.000 ha dengan produksi hanya 160.000 ton CPO dan 39.000 ton PKO, demikian juga dengan ekspor hanya 129.000 ton CPO. Disamping itu produktivitas juga menurun, sebelum penjajahan jepang produktivitas sudah mencapai sekitar 3 ton/ha, namun setelah Jepang masuk sampai tahun 1957 produktivitas hanya sekitar 1,9 ton/ha. Stagnasi ini juga terjadi didunia seperti di Malaysia, Thailand dan negara lainnya.

IV. Masa Nasionalisasi ( 1957 – 1968 )
Masa ini merupakan era baru bagi Indonesia untuk mandiri dengan mengambil alih perusahaan perkebunan Belanda dan Jepang di Indonesia yang didirikan dalam masa penjajahan. Pengambil-alihan ini dilakukan secara bertahap mulai 10 Desember 1957 berdasarkan SK Menteri Pertanian no. 229/UM/1957. Masa ini ditandai dengan upaya reorganisasi dari bangsa Belanda ke pribumi Indonesia. Sejumlah posisi penting sudah berhasil ditempati seperti kepala Kebun dan kepala Pabrik.
Dengan semangat membangun kebun yang diambil alih dipertahankan sebaik-baiknya sekalipun dalam kondisi ekonomi yang sulit. Akhirnya kinerja perkebunan sawit dapat ditingkatkan dimana produksi telah meningkat menjadi 181.000 ton dan ekspor menjadi 152.000 ton tahun 1968.
Adapun kejadian selama proses nasionalisasi dapat dirinci sebagai berikut :
1. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 10 Desember 1957, berdasarkan surat Menteri Pertanian no. 229/UM/1957.

2. Nasionalisasi Perusahaan milik bangsa Asing lainnya yaitu : Inggris, Perancis, Belgia, Amerika, dll, namun dikembalikan lagi kepada pemiliknya semula, pada 19 Desember 1967.

3. Reorganisasi PNP/PTP dilakukan dari 1957 – 1960, dengan pembentukan PPN Baru disamping PPN lama yang sudah ada sebelumnya (Perkebunan milik Pemerintah Penjajahan Belanda). Kedua PPN ini digabungkan pada tahun 1960 – 1961.

4. Pembentukan Organisasi Baru, berdasarkan jenis komoditi seperti Karet, Aneka Tanaman, Tembakau, Gula dan Serat. Hal ini berjalan sejak tahun 1963 – 1968.

Periode 1957 – 1968 adalah masa sulit bagi bangsa Indonesia, karena kultur-tehnis maupun manajemen kurang terkendali, sebagai akibat suramnya perekonomian nasional. Pulihnya stabilitas keamanan dan politik setelah penumpasan G 30 S PKI, serta timbulnya semangat membangun kembali perkebunan kelapa sawit, telah banyak mengundang investor asing seperti Bank Dunia dan ADB untuk membantu pembangunan tersebut.

V.  Masa Pelita ( 1969 – 1998 )

               Masa Pelita yang dimulai dari tahun 1969 sampai sekarang merupakan masa kebangkitan industri kelapa sawit di Indonesia. Selama Pelita I, pembangunan perkelapasawitan di Indonesia di fokuskan pada perluasan, peremajaan, konversi, rehabilitasi dan penyuluhan. Pembangunan perkebunan dilanjutkan pada Pelita II dengan titik berat pada efisiensi, pembukaan lapangan kerja, pelestarian, pembukaan baru dan penerapan sistem PIR (Perusahaan Inti Rakyat). Dalam pola PIR, motor penggerak perkebunan adalah perusahaan Negara ( PTPN ) yang bertindak sebagai Inti. Langkah PTPN kemudian diikuti oleh Swasta yang terjun secara besar-besaran setelah tahun 1990.



Sekian :)

No comments:

Post a Comment

Thank's for your comments...:)